Sabtu, 28 September 2013

Menelusuri Cengkeh, Catatan Perjalanan (2)

030913, Manado

Ketiduran di kamar mandi. Huft...dan aku menyesal telah terbangun. Tertidur di kamar mandi, dengan irama gemericik air, dengan pijatan jari-jari air yang hangat ke punggungku, betapa menentramkan. Rasa lelah bisa kulupakan. Tapi begitu terbangun, ah, mengapa harus bangun. Tidur di kamar mandi bersama air sepanjang malam, tak ada bedanya dengan tidur di atas ranjang empuk bersama rasa sepi, karena tak bakal ada yang menemani.

Tak sarapan, aku berangkat menuju Kantor DSO, bersama Pak Mulyo dari HPI yang akan menemani kami sehari ini. Tentu bersama ASW dan CH juga, dalam satu mobil. Aku duduk di depan.

Aku kembali mengambil gambar beberapa aktivitas yang ada di gudang pembelian, melengkapi video-video kemarin. Lalu jam 10-an, kami meluncur ke rumah Koh Shiong Hoo, tuan tanah dan raja cengkeh di tanah Minahasa ini.

Shiong Hoo menjalankan bisnis cengkeh dari turun-temurun keluarganya. Ia membeli cengkeh dari para petani, dan ia juga memanen cengkeh dari kebunnya yang luasnya ratusan hektar. Cengkeh yang dia punya kemudian dijual kepada Djarum.
Ia dan istrinya menerima kami dengan sangat ramah. Menurut cerita, ia selalu melayani dengan sangat baik setiap tamu dari Djarum. Tak lama, ia kemudian mengeluarkan Pajero Sport warna putih. Persis mobil yang kunaiki, hanya saja berwarna hitam. "Untuk menjadi orang sukses, tidak perlu menjadi karyawan Djarum, melainkan berbisnislah dengan Djarum," kelakarnya.

Shiong Hoo dan istrinya dikaruniai tiga anak. "Anak terakhir, masih kuliah," kata istrinya. Kuliah dimana? "Amerika," jawabnya dengan nada yang biasa, tak ada kesan sombong sama sekali. Istrinya, banyak mengatur pengelolaan bisnis keluarga itu, tetapi gaya bicara dan sikpanya sangat lembut dan sederhana.

Dari rumahnya, kami diantar menuju Tondano, dimana di sana ia juga memiliki rumah dan gudang pembelian hasil petik cengkeh para petani. Aku sempat mengambil beberapa gambar aktivitas di tempat tersebut. Tetapi memang, aku sangat kerepotan untuk mengambil foto-foto melalui gadget-ku. Kedua tanganku terborgol peralatan shooting.

Seusai dari tempat itu, kami menuju Tomohon. Inilah perjalanan membosankan, karena ternyata saking jauhnya. Lama sekali rasanya. Memang tempat-tempat yang kami lalui, adalah tempat-tempat yang indah. Pegunungan hijau dengan lebatnya pepohonan cengkeh, menyusuri jalan di tepi danau Tondano, suasana pedesaan khas Minahasa...ah... Aku sungguh tak menikmatinya kali ini. Otakku campur aduk, signal di gadget-ku sudah mulai tidak stabil. Perbincangan yang tak pernah tuntas ini, aku khawatir bakal terputus oleh karena jaringan seluler yang nyaris tak ada.

Dan mulai menginjak perbukitan milik Shiong Hoo di ketinggian 800 mdpl, gadget-ku benar-benar menjadi barang mati yang tak berguna. Tidak bisa untuk komunikasi lagi.

Waktu yang lama di tempat ini, secara singkat aku ceritakan, bahwa aku mengambil gambar saat para petani memetik cengkeh matang di pohon. Kemudian aktivitas pemilahan cengkeh dari daun yang terambil, dipisahkan dari gagang-gagangnya, juga memilah cengkeh-cengkeh terbaik.

Setelah itu aku mengambil gambar mengenai proses persiapan bibit, masih di lahan milik Shiong Hoo. Kemudian melihat dari dekat bagaimana mereka melakukan penjemuran cengkeh.

Dari lokasi satu ke lokasi lainnya, tidaklah berdekatan. Sebenarnya bisa lebih mengasyikkan kalau masing-masing berdekatan. Oleh karenanya, tanpa terasa waktu bergulir begitu cepat ke senja, dan capek benar-benar terasa. Ini belum lagi jalan pulang. Kami akan kembali ke Swiss-Bell Hotel Maleosan di Manado dengan waktu yang lama dan jarak yang jauh. Sementara itu, signal belum juga ada, bahkan ketika mobil kami hampir memasuki kota Manado.

Malam ini, sesampai di hotel, aku memindahkan video-video tadi ke external hardisk. Mempersiapkan kembali peralatan untuk besok pagi, seperti: cek microphone, charge baterei kamera, membersihkan lensa. Lantas, sesudah semua itu, aku menuju kamar mandi, dan tertidur sembari merisaukanmu.

-aj-

Tidak ada komentar: