Sabtu, 28 September 2013

Menelusuri Cengkeh, Catatan Perjalanan (4)

050913, Manado

Hari ini aku terbangun sejak pukul 4 pagi. Tubuhku menggigil. Aku menghidupkan laptop, dan mengkonversi file video. Konversi file video dari format mts ke mpeg1, yang nanti akan kuolah lagi ke format avi, untuk kemudian baru melakukan editing gambar. Tapi rupanya jarum jam terus bergerak menuju angka 9, dan semua konversi belum seluruhnya selesai. Saatnya aku sudah harus turun ke resepsionst, check out.

Segelas teh panas telah kuteguk beberapa kali. Segelas teh panas yang sudah kusiapkan sebelum aku pergi ke kamar mandi, bermanja-manja dengan air pancuran yang hangat. Sesekali aku melihat ke luar melalui jendela kaca. Laut, Gunung Lokon yang hampir tiap seminggu sekali batuk, kemudian hamparan bangunan-bangunan rumah dan gereja di Manado. Matahari sangat cerah.

Tidak ada agenda lain, kecuali kembali datang ke rumah Koh Shiong Hoo dan ke Gudang Pembelian Djarum. Di rumah Koh Shiong Hoo, aku mengambil gambar mengenai proses seleksi cengkeh. Pemilihan cengkeh-cengkeh yang sudah kering dari gagang, dan benda asing lain. Setelah itu, cengkeh masuk ke mesin ayakan.

Di sini, aku tersadar aku kehilangan 1 box perak berisi microphone. Oh, rupanya tertinggal di kamar hotel. Aku ingat, sewaktu aku menutup pintu hotel, lalu turun melalui lift dan menuju resepsionist untuk check out, aku hanya membawa tiga tas hitam; tas baju, tas kamera dan tas tripod. Tapi box microphone? Iya, pasti masih tergeletak di depan cermin kamar 810.

Pengambilan suara untuk wawancara di gudang milik Koh Shiong Hoo kemudian mempergunakan voice recorder.

Kamu tahu, semenjak ini sebenarnya percakapan kita sudah mulai "kacau". Aku lupa memberitahu kalau hari ini hari terakhir di Manado. Aku juga (entah kenapa) mencantumkan "kamu" di catatan perjalanan-ku, pada moment-moment yang tak indah. Baiklah. Dan kamu kemudian merasa bahwa aku telah melupakan percakapan kita tentang Manado dan orang-orangnya, kamu merasa tidak menjadi bagian penting untuk aku tuliskan di journal.

Catatan yang aku buat, merupakan catatan serampangan. Kutulis mengalir dari apa yang kuingat, apa yang aku lakukan dan aku rasakan. Dan aku ingin mengabarkan itu padamu. Kamu orang yang membaca, kuajak bicara, sehingga aku pikir aku akan menuliskan apa yang (barangkali) ingin kau ketahui tentang aktivitasku. Tapi sudahlah...aku tak memiliki kesempatan untuk mengulasnya, kemudian.

Di gudang pembelian cengkeh aku mengambil gambar sebuah tronton mengangkut ratusan sak cengkeh untuk dikirim ke Kudus. Hingga pukul 12. Percakapan kami sudah genting. Wajah menangis, wajah murung dan gambar jempol yang jumlahnya di atas normal. Saat itu, aku benar-benar merasa terseok-seok, lemah, sendiri.

Sesudah itu kami kembali ke hotel untuk mengambil barangku yang ketinggalan. Hampir setengah jam aku menunggu, akhirnya box itu sampai ke tanganku kembali. Dari sana kami menuju rumah makan Raja Oci, untuk makan siang. Oci-nya enak, menurutku. Meskipun aku tidak begitu bernafsu untuk menikmatinya. Hehee...bukankah aku selalu kesulitan memiliki nafsu makan, ya....

Jam 2 siang kami sampai di Bandara Sam Ratulangi. Aku melakukan check in, menerima dua lembar ticket untuk Manado-Jakarta (GA601) yang akan berangkat pada 15:50 dan Jakarta-Semarang (GA246) pada 19:40.

Sambil membunuh waktu, aku menuliskan kepasrahan, kepercayaan akan kasih dan iman akan keselamatan. Saat ini aku benar-benar marasa menjadi seorang diri, sepi, terbuang di pulau sebrang. Karena aku juga kemudian menyadari, sesampainya di rumah, pekerjaan yang tertunda sudah menanti untuk diselesaikan segera. Aku benar-benar merasa kosong dan lemah, sangat membutuhkan peneguhan dan penguatan. Aku sekarat sebelum akhirnya harus berdiri dan boarding.

Percakapan kami memuncak di sini juga.

-aj-

Tidak ada komentar: