Rabu, 28 Oktober 2020

4G

 

Skenario Film Pendek


Tonton Film 4G

Naskah: Asa Jatmiko

Pemain:

-          Ndoro Kakung

-          Denmas Gondrong

-          Pak Agus

-          Bu Agus

-          Pak RT

-          Pak Sapon

-          Anisa

-          Tukang Rentenir

-          Orang-orang

 

SEQUENCE 1

-          Bu Agus yang lagi mencuci pakaian di sumur. Anak perempuannya datang, Anisa, dan mengatakan ia tidak bisa belajar PJJ, karena handphone-nya belum android. Ibunya sangat tahu suaminya juga belum punya uang. Ia hanya mengatakan kepada anaknya untuk bersabar.

-          Pak Agus yang sedari tadi tengah gebyar-gebyur di kamar mandi, keluar dan berhenti di pintu kamar mandi. Istrinya langsung mengatakan kesulitan anaknya, yang lalu suaminya menjawab ia akan segera ke kota, cari uang. Suami istri itu sempat adu mulut mengenai keadaan ekonomi mereka, saling menyalahkan.

-          Percekcokan mereka sempat didengar oleh Pak Sapon dari balik dinding rumah. Karena ketahuan, Pak Sapon malah kemudian juga didamprat suami itu karena telah mencuri dengar pembicaraan rumah tangga orang lain. Pak Sapon mengatakan, ia datang bukan untuk mencuri dengar, tetapi untuk menyampaikan undangan syukuran dari Ndoro Kakung.

 

01.    EXT. SUMUR – PAGI HARI

BU AGUS TENGAH MENCUCI PAKAIAN. SESEKALI IA MENGUSAP RAMBUTNYA DENGAN LENGANNYA. DI SEKITARNYA ADA BEBERAPA EMBER BERISI BAJU-BAJU DAN AIR. TIDAK LAMA KEMUDIAN, ANISA BERJALAN DARI DALAM RUMAH DAN BERDIRI DI PINTU MELIHAT KE ARAH IBUNYA. DARI DALAM KAMAR MANDI, SAYUP-SAYUP TERDENGAR GEBYURAN AIR ORANG MANDI.

BU AGUS:

Sudah belajar sendiri dulu sana. Nanti Ibu temani kalau ini sudah selesai.

 

ANISA:

(DIAM SAJA, HANYA MENATAP IBUNYA YANG KEMUDIAN MELANJUTKAN MENCUCI PAKAIAN)

 

BU AGUS:

Anisa?

 

ANISA:

Ibu punya uang ndak buat beli hape?

 

BU AGUS:

Hape? Buat beli tempe saja ndak ada, mau beli hape.

 

ANISA:

Pembelajaran Jarak Jauh itu harus pakai hape, Bu.

Dari absen sampai pelajaran, semua online.

Nisa ndak bisa sekolah kalau seperti ini.

 

BU AGUS:

Hmm…

Coba nanti bilang sama Bapakmu.

 

PAK AGUS KELUAR DARI KAMAR MANDI, DENGAN HANYA PAKAI HANDUK.

 

BU AGUS:

Itu lo, ditanya sama anakmu…

 

ANISA:

Nisa butuh hape, Pak.

 

PAK AGUS:

Itu punya Bapak, dipakai saja kenapa.

 

ANISA:

Hape Bapak jadul. Ndak bisa internetan.

 

BU AGUS:

Hapenya itu yang support buat sekolah, Pak. Android. Jadi bisa mengikuti pelajaran jarak jauh. Hapenya Bapak kan Cuma bisa sms sama buat nelpon tok…

 

PAK AGUS:

Jadi harus beli?

 

BU AGUS:

Kamu bisa bikin?

 

PAK AGUS:

Aku nanya baik-baik…

 

BU AGUS:

Tapi jawabanmu itu berbelit-belit.

Punya uang apa ndak, itu saja. Kalau punya, itu Nisa dibelikan hape buat sekolah.

 

PAK AGUS:

Ndak punya. Ini aku akan pergi ke kota, semoga dapat rejeki.

 

BU AGUS:

Sekalian, cari buat mbayar tunggakan utang-utang.

Pusing aku tiap hari didatangi tukang tagih utang!

 

PAK AGUS:

Iyaaa, tapi ndak usah nge-gas begitu!

 

BU AGUS:

Kalau ndak ng-gas kamu itu ndak mudheng!

Aku sudah jungkir-balik, serabutan kesana-kemarin cari uang, jadi tukang cuci baju…la kamu??

Kerjaannya cuma pergi menghindari tukang tagih utang!!

 

PAK AGUS:

(SUARA KERAS) Sudah!! Pagi-pagi sudah ribut!!

 

ANISA MENUTUP PINTU DENGAN KERAS SEHINGGA MENGAGETKAN KEDUANYA. SEMENTARA DARI BALIK DINDING RUMAH SEBELAH LAIN, PAK SAPON MENCURI DENGAR PEMBICARAAN MEREKA. PAK AGUS YANG BERJALAN KE ARAH JEMURAN HENDAK MENJEMUR HANDUK, MENGETAHUI KEHADIRAN PAK SAPON.

PAK AGUS:

Nguping?

 

PAK SAPON:

Mboten

 

PAK AGUS:

Ngintip?

 

PAK SAPON:

Mboten

 

PAK AGUS:

Jangan suka mencampuri urusan orang lain, Pak. Aku ndak suka!

Sudah pergi sana!!

 

PAK SAPON:

Anu, Pak Agus. Saya disuruh Ndoro Kakung untuk menyampaikan undangan kenduri, besok Sabtu malam.

 

PAK AGUS:

Ndoro Kakung syukuran?

 

PAK SAPON:

Nggih

 

PAK AGUS:

Mau kenduren, mau syukuran, mau dangdutan…terserah!

Sudah pergi sana! Awas kalau Pak Sapon nguping dan ngintip seperti ini lagi!!

 

PAK SAPON:

Mboten. (PERGI)

 


 

SEQUENCE 2

-          Ndoro Kakung tengah berdiskusi dengan anaknya, Denmas Gondrong, mengenai rencana syukuran yang akan diadakan. Tetapi, Ndoro Kakung sepertinya agak kurang bergairah lagi untuk mengadakan syukuran.

-          Denmas Gondrong menanyakan perubahan itu kepada Bapaknya. Ndoro Kakung merasa tidak enak sendiri mengadakan syukuran, setelah mendengar (dari Pak Sapon) keluarga Pak Agus lagi kesulitan.

-          Dari pembicaraan mereka, kemudian muncullah ide untuk membantu Pak Agus.

 

02.    INT. RUANG TENGAH – SIANG

NDORO KAKUNG TENGAH BERBICARA DENGAN DENMAS GONDRONG, MERENCANAKAN ACARA KENDURI/ SYUKURAN.

NDORO KAKUNG:

Kendurenan ini sebagai wujud syukur, panenan kopi tahun ini baik. E, ngepasi kamu juga sudah wisuda sarjana. Malah baru kali ini Bapak yang langsung memindahkan tali toga kesarjanaan…, lewat daring, wisuda di rumah…. Puji Tuhan. Sepertinya koq layak kalau kita adakan syukuran, meskipun sederhana.

 

DENMAS GONDRONG:

Iya, Pak.

Ini tadi saya coba rancang kebutuhan untuk kendurenan, juga tidak terlalu banyak biayanya. Ndak enak juga dengan tetangga, to, lagi masa sulit seperti saat ini.

 

NDORO KAKUNG:

Yang masak nanti biar ibu-ibu, kita pasrahkan sama mereka. Pak Sapon juga sudah keliling menyampaikan undangan.

 

DENMAS GONDRONG:

Sudah, to?

 

NDORO KAKUNG:

Sudah.

 

DENMAS GONDRONG:

Saya mau sekalian nitip, je. Beli besek di pasar buat tempat nasi berkat.

 

NDORO KAKUNG:

Di-wa saja, biar dia sekalian mampir ke pasar.

Ini tadi baru saja nemui Bapak, laporan kalau undangan sudah disampaikan langsung ke rumah-rumah. Terus dia bilang mau pulang sebentar.

 

DENMAS GONDRONG:

(SESAAT MEMPERHATIKAN NDORO KAKUNG) Pak, ada apa?

Sepertinya koq kurang bersemangat begitu. Beda dengan sebelum-sebelumnya, Bapak selalu bersemangat membicarakan rencana syukuran.

 

NDORO KAKUNG:

Entah kenapa, Bapak itu lagi kepikiran sama Pak Agus.

 

DENMAS GONDRONG:

Pak Agus? Ada apa?

 

NDORO KAKUNG:

Pak Sapon tadi bilang, dia sempat mendengar Pak Agus dan istrinya cekcok. Anaknya minta hape untuk pembelajaran jarak jauh sekolahnya.

 

(DIAM SEBENTAR) Bapak tadi berpikir, apa kita batalkan saja kendurenan kita itu, ya?

 

DENMAS GONDRONG:

Maksud Bapak?

Sebentar to, undangan sudah disebar koq dibatalkan. Kita malah nanti yang ndak enak, dikira sengaja mau mempermainkan warga.

 

NDORO KAKUNG:

La, Bapak itu jauh merasa lebih tidak kepenak, kita syukuran sementara ada tetangga kita kesusahan.

 

Apa gini saja, biaya untuk kenduri kita belikan hape buat anaknya Pak Agus, gimana? Jadi, kita syukuran tapi wujudnya tidak kendurenan, tapi dengan menyalurkan bantuan.

 

DENMAS GONDRONG:

Ya, baik juga, Pak. Tapi maksud saya, kalau kendurenan itu dibatalke, apa malah kita itu tidak wirang namanya?

 

(DIAM SEBENTAR) Sebentar, Pak. Setengah-setengah, gimana?

 

NDORO KAKUNG:

Maksudnya setengah-setengah? Kurang total, begitu?

 

DENMAS GONDRONG:

Biaya untuk kendurenan dipakai setengahnya saja, cukup ndak cukup. Setengahnya, untuk membantu Pak Agus.

 

NDORO KAKUNG:

Loya ndak cukup to buat beli hape?

 

DENMAS GONDRONG:

Saya akan coba ceritakan ini ke teman-temanku di sini, siapa tahu mereka juga terketuk hati untuk membantu. Minimal ada ide apa gitu-lah…

 

NDORO KAKUNG:

Ehm…begitu, ya?

 

DENMAS GONDRONG:

Tapi, ya itu, kalau ternyata masih kurang, Bapak yang nambahi, ya?

 

NDORO KAKUNG:

Haish…kamu itu.

Itu namanya sama saja…

 

MEREKA TERTAWA BERSAMA.

 


 

SEQUENCE 3

-          Seorang rentenir datang, dan dengan sikap yang tidak sopan sama sekali ia menagih hutang Bu Agus. Bu Agus hanya bisa menjanjikan nanti sepulang suaminya dari kota, pasti dia akan bayarkan.

-          Ia hendak membawa sepeda motor satu-satunya milik keluarga Pak Agus, sebagai ganti untuk membayar tunggakan. Bu Agus menangis, dan memohon untuk jangan dibawa, karena itu milik satu-satunya.

-          Sepeda motor itu dibawa tukang rentenir, dan menghilang di kelokan jalan.

 

 

03.    EXT. DEPAN RUMAH PAK AGUS – SIANG

HALAMAN RUMAH PAK AGUS. PINTUNYA NAMPAK TERTUTUP. HANYA ADA SEBUAH SEPEDA MOTOR TERLETAK DI TERAS.

TIDAK BERAPA LAMA, DATANG SEORANG TUKANG TAGIH HUTANG. DENGAN TAS PINGGANG KECIL TERSELEMPANG.

TUKANG TAGIH:

Kulanuwuuun…

Permisi…

 

BU AGUS:

(DATANG DARI ARAH RUMAH TETANGGA) Mangga….

(SETELAH TAHU SIAPA YANG DATANG) Walah, Mas, belum ada uang sekarang.

 

TUKANG TAGIH:

Wah, jangan begitu, Bu. Hari ini harus ada pembayaran. Ini sudah hampir 6 kali menunggak.

 

BU AGUS:

Belum ada yo, mas. Ini suami saya juga baru mencari uang. Kalau nanti dapat, besok kami bayarkan.

 

TUKANG TAGIH:

Ndak bisa, Bu. Hari ini harus. Laporan saya ke kantor, terus bagaimana?

 

TUKANG TAGIH ITU LALU MENDEKATI SEPEDA MOTOR, KEMUDIAN MENCOBA MEMBAWA SEPEDA MOTOR ITU.

 

BU AGUS:

Jangan main sikat seenaknya begitu, mas. Kami akan bayar, pasti, mas. Tolong motor itu jangan dibawa. Ini satu-satunya milik kami, buat wira-wiri antar cucian baju.Jangan kuatir kami tidak bayar, kami pasti akan bayar…

 

TUKANG TAGIH:

Ah, dari kemarin juga bilangnya begitu. Tapi nak dibayar-bayar juga.

 

MEREKA SEMPAT SALING REBUTAN MOTOR. SAMPAI SECARA TIDAK SENGAJA TUKANG TAGIH ITU MENDORONG BU AGUS HINGGA TERJATUH. BU AGUS MENANGIS.

TUKANG TAGIH:

Mana kunci kontaknya? Mana??

KEMUDIAN TUKANG TAGIH ITU SEMAKIN SEENAKNYA, MASUK RUMAH DAN MENCARI KUNCI KONTAK SEPEDA MOTOR. TERDENGAR IA MASIH TERIAK-TERIAK DARI DALAM RUMAH, MENCARI KUNCI. ANISA YANG DARI AWAL ADA DI DALAM RUMAH, MENANGIS BERLARI KE LUAR DAN MENDEKAT KE ARAH IBUNYA.

TAK BERAPA LAMA TUKANG TAGIH ITU KELUAR DARI RUMAH, DENGAN TELAH MENGGENGGAM KUNCI KONTAK SEPEDA MOTOR. LALU IA PUN BERGEGAS PERGI BERSAMA MOTOR SITAANNYA.

BU AGUS DAN ANISA MENANGIS SESENGGUKAN DI ATAS TANAH. ANISA MEMELUK IBUNYA.

 

 


 

SEQUENCE 4

-          Sepeda motor itu berbelok di ujung jalan dan tiba-tiba berhenti karena Denmas Gondrong menghadangnya. Denmas Gondrong mendekati tukang rentenir itu, dan mematikan mesin motor, lalu mengambil kontaknya. Tukang rentenir marah-marah untuk jangan ikut campur.

-          Denmas Gondrong kemudian mengatakan, agar jangan membawa motor itu, dan ia akan membayar tunggakannya. Lalu tukang rentenir itu pergi berjalan, sementara Denmas Gondrong memperhatikan sepeda motor itu seperti melihat betapa sulitnya ekonomi keluarga Pak Agus.

 

04.    EXT. UJUNG SEBUAH JALAN - SIANG

TUKANG TAGIH DENGAN SEPEDA MOTORNYA TIBA DI SEBUAH BELOKAN JALAN. DIA SANGAT TERKEJUT, KARENA DI TENGAH JALAN, BERDIRI SEORANG PEMUDA (DENMAS GONDRONG). MENGEREM MENDADAK DAN HAMPIR TERJATUH.

TUKANG TAGIH:

Maksudmu apa, berdiri di tengah jalan? Ingin ketabrak motor? Ingin bunuh diri?

 

DENMAS GONDRONG:

Maksudmu apa bawa motor bukan milikmu? Sok jagoan? Ingin mati di sini?

 

TUKANG TAGIH:

Kamu jangan macam-macam, ya! Ini urusan saya sama Pak Agus! Sudah resiko kalau ndak bisa mbayar, barang disita!!

 

DENMAS GONDRONG:

Benar begitu caranya?! Sudah benar?! Kalau kamu punya hutang sementara kamu belum bisa membayarnya saat itu, kamu mau diperlakukan juga semena-mena seperti yang kamu lakukan itu?

TUKANG TAGIH:

Aku ndak ada urusan sama kamu. Minggir!!

 

DENMAS GONDRONG:

Berapa hutang Pak Agus?

KEMUDIAN ANGIN MENDESIS, PERCAKAPAN MEREKA TIDAK TERDENGAR. TETAPI NAMPAK JELAS BAHWA TUKANG TAGIH ITU MENUNJUKAN SURAT DARI DALAM TASNYA BERISI JUMLAH TAGIHAN, YANG LALU DIBERIKAN KEPADA DENMAS GONDRONG, DENMAS GONDRONG MEMBERIKAN SEJUMLAH UANG KEPADA TUKANG TAGIH.

DENMAS GONDRONG MENGAMBIL KUNCI KONTAK MOTOR.

DENMAS GONDRONG:

Sekarang kembalikan motor itu di tempat semula.

TUKANG TAGIH BINGUNG. LALU IA MENGERTI, IA MENUNTUN SEPEDA MOTOR ITU, PUTAR BALIK MENUJU RUMAH PAK AGUS.

 

SEQUENCE 5

-          Denmas Gondrong menyampaikan gagasannya bersama Ndoro Kakung, untuk mengajak warga RT membantu kesulitan Pak Agus. Dirinya minta ijin untuk mengkoordinir bantuan dari warga.

-          Pak RT mengingatkan untuk transparan, minimal dia diberitahu, sehingga apabila ada pertanyaan dari warga dia bisa menjelaskan. Denmas Gondrong setuju, dan begitulah sebaiknya.

 

 

05.    EXT. TERAS RUMAH PAK RT

PAK RT DAN DENMAS GONDRONG TENGAH BERBINCANG.

PAK RT:

Ini gagasan yang baik sekali, Denmas. Jadi nanti setelah terkumpul uangnya, akan dibelikan hape untuk Anisa, anaknya Pak Agus itu? Lalu respon warga di sini bagaimana?

 

DENMAS GONDRONG:

Para warga malah sangat bersemangat untuk membantu. Ada yang memberi seratus ribu, dua ratus, variasi menurut kemampuan masing-masing. Dan ini uangnya sudah terkumpul, Pak RT.

 

PAK RT:

Wah, ini sangat membanggakan. Saya sebagai RT, benar-benar merasa terharu dengan rasa kesetiakawanan para warga. Terimakasih lo, Denmas, bantuan ini tentu akan sangat berguna buat Anisa bersekolah.

 

DENMAS GONDRONG:

Ini sebetulnya ide Bapak. Saya kemudian hanya menjalankannya saja.

 

PAK RT:

Iya..iya… Tapi saya ingatkan, semua sumbangan itu ditulis loya. La nanti kalau ada warga yang iseng nanya, kan saya bisa jawab bagaimana penggunaannya. Meskipun ini sumbangan sukarela, tetapi kita juga harus menjaganya secara amanah. Meskipun tidak ikut memakai uangnya, kita juga harus mempertanggungjawabkan pemanfaatannya.

 

DENMAS GONDRONG:

Iya, Pak RT. Untuk itulah saya kemari, agar semua menjadi jelas, transparan dan bisa dipertanggungjawabkan dengan baik.

 

PAK RT:

(MENGANGGUK-ANGGUK)

 

SEQUENCE 6

-          Anisa tengah belajar. Di depannya sebuah android menyala.

-          Di ruang yang lain Bu Agus dan Pak Agus tengah berbincang, mengenai hutang ke rentenir yang dibayarkan orang. Bu Agus bertanya apakah tidak akan menghadiri syukuran di rumah Ndoro Kakung, Pak Agus seperti ndak kepengin menjawab dan tidak sengaja melihat ke Anisa yang sumringah belajar dengan android di depannya. Pak Agus menanyakan ke istrinya android siapa.

 

06.    INT. SEBUAH RUANG DI DALAM RUMAH PAK AGUS

PAK AGUS DAN ISTRINYA TENGAH BERBINCANG DI MEJA MAKAN. TERLIHAT JUGA ANISA TENGAH BELAJAR DI SISI YANG LAIN, DENGAN SUMRINGAH MENGHADAPI HAPENYA.

BU AGUS:

Lo, koq belum berangkat? Sudah hampir jam 9 lo ini.

 

PAK AGUS:

Berangkat kemana?

 

BU AGUS:

Kemarin katamu Pak Sapon ngundang kendurenan di rumah Ndoro Kakung.

 

PAK AGUS:

Aku koq males banget, ya.

 

BU AGUS:

Kenapa? Lagi ada masalah sama Ndoro Kakung? Mereka itu ngadakan kendurenan buat syukuran anaknya sudah wisuda sarjana. Kita sebagai tetangganya, kan sebaiknya juga mendukung. Mereka ingin berbagi kebahagiaan dengan tetangga. Sudah berangkat sana, ndak enak kamu tok yang ndak kelihatan di antara bapak-bapak.

 

PAK AGUS:

Sebetulnya aku penasaran. Di saat lagi kita kesusahan seperti ini, Ndoro Kakung malah mengadakan pesta seperti itu. Apa itu ndak menghina sebetulnya?

 

BU AGUS:

Pikiranmu koq ya sampai ke sana-sana, to Pak?

Ndoro Kakung itu orang baik.  Dia perhatian sama orang, sama tetangga. Buktinya, Anisa juga dibelikan hape untuk belajarnya. Kurang bai kapa coba?

 

PAK AGUS:

Hape itu dari Ndoro Kakung?

BU AGUS:

La dari siapa lagi. Semua orang bungkam kalau aku tanya soal itu. Ya sudah, pikirku, ini dari Ndoro Kakung. Soalnya apa, lewat Pak Sapon dia tahu kita kemarin ribut soal hape.

 

PAK AGUS TIBA-TIBA MERASA AMAT MARAH. PAK AGUS MENGEPALKAN TANGANNYA. LALU MEMUKULKANNYA KE MEJA.

 

 

 


 

SEQUENCE 7

-          Pak Agus melabrak Ndoro Kakung. Sementara itu suasana syukuran (kenduri) yang baru saja selesai. Orang-orang mulai pamit dengan Ndoro Kakung, dan berjalan pulang membawa berkat. Dengan kemarahan besar namun suara yang ditahan karena sungkan ada orang-orang, Pak Agus mengatakan bahwa undangan Ndoro Kakung kendurian hanyalah penghinaan terhadap orang kecil. Apalagi kendurian itu adalah bukti bahwa Ndoro Kakung sama sekali tidak memiliki tenggang rasa, tetangganya tengah kesulitan. Ndoro Kakung hanya mau menunjukan diri ke tengah warga bahwa dia telah membantu keluarga Agus begitu, kata Pak Agus.

-          Ndoro Kakung yang sebelumnya hanya menanggapi dengan senyum dan diam, kemudian mengatakan bahwa kendurian ini sudah lama direncanakan. Soal membantu, itu adalah bantuan dari warga, bukan dirinya.

-          Pak RT hendak pamit, begitu melihat dua orang itu tengah serius, kemudian ikut bicara. Pak Agus mestinya tidak bicara seperti itu kepada Ndoro Kakung. Inisiatif untuk mengajak warga membantu Pak Agus, justru datang dari Ndoro Kakung yang dikoordinir Denmas Gondrong. Dan sama sekali tidak bermaksud menghina. Pak RT menambahkan dan seraya memberikan, ada kelebihan uang bisa dipergunakan untuk membeli quota untuk belajar Anisa.

-          Pak Agus minta maaf kepada Ndoro Kakung, dan mengucapkan terimakasih.

 

07.    EXT. HALAMAN RUMAH NDORO KAKUNG – MALAM HARI

KEPALAN TANGAN PAK AGUS DI ATAS MEJA. SEMENTARA ORANG-ORANG BARU SAJA KELUAR DARI DALAM RUMAH NDORO KAKUNG, SATU PERSATU PAMIT. SEIRING ITU MASIH TERDENGAR SHALAWATAN DARI DALAM RUMAH.

PAK AGUS:

Sampeyan koq tegel, Ndoro Kakung? Maksud ndoro kakung sebenarnya apa? Mau menghina keluarga saya dengan pamer kekayaan seperti ini? Mengundang warga berkumpul di rumah Ndoro Kakung, begitu? Sementara kami sedang dililit utang dan banyak kesulitan…

Saya orang miskin, Ndoro. Tapi kalau kehormatan saya diinjak-injak, saya tidak terima.

 

NDORO KAKUNG:

Ini soal apa, Mas Agus? Mas Agus tidak terima saya mengadakan kendurenan?

 

PAK AGUS:

Kendurenan silakan, bebas. Saya cuma mau bertanya, tenggang rasa Ndoro Kakung itu dimana?

 

NDORO KAKUNG:

Aku koq belum mudheng, ya Mas. Saya kendurenan, kan Mas Agus juga saya undang. Dan Mas Agus memilih untuk tidak datang. Datang ini pun sudah sambal mencak-mencak melabrak saya.

 

PAK AGUS:

Ndoro kan yang membelikan hape anak saya? Ndoro kan yang melunasi hutang-hutang saya sama rentenir itu? Saya masih bisa cari uang, Ndoro. Tidak usah Ndoro bantu, kami masih bisa hidup.

 

TANPA DIKETAHUI OLEH MEREKA, PAK RT RUPANYA TELAH MENDENGAR PEMBICARAAN MEREKA. PAK RT SEBENARNYA AKAN PAMIT KEPADA NDORO KAKUNG, TETAPI KARENA MENDENGAR SUASANA AGAK MEMANAS, PAK RT MEMILIH BERTAHAN.

PAK RT:

Nyuwun sewu. Mohon maaf sebelumnya. Saya dengarkan dari tadi, sepertinya memang saya harus ikut bicara. Mohon maaf Ndoro Kakung, dan Pak Agus. Begini:

Apa yang diberikan kepada Pak Agus, adalah sumbangan dari seluruh warga RT kita. Semua ini dilakukan bukan untuk menghina Pak Agus. Ini untuk mendukung sekolahnya Anisa.

Memang, ini adalah inisiatif Ndoro Kakung, yang kemudian dikoordinir oleh Denmas Gondrong untuk pengumpulan sumbangan sukarela warga. Semuanya tercatat, dan saya sebagai RT juga mengetahui. Dan semuanya itu tidak ada hubungan sama sekali dengan kendurenan malam ini, karena rencana kendurenan ini sudah lama, jauh sebelum ada rencana pengumpulan sumbangan sukarela dari warga.

 

Jelas, ya Pak Agus?

 

PAK AGUS:

Jadi ini sumbangan seluruh warga, Pak RT?

 

PAK RT:

Iya.

 

PAK AGUS:

Terimakasih, Pak RT.

Ndoro Kakung (MELIHAT KE ARAH NDORO KAKUNG, KEMUDIAN BERPELUKAN) Saya minta maaf telah berpikiran jelek sama Ndoro Kakung.

 

NDORO KAKUNG:

(MEMBALAS PELUKAN ITU, KEMUDIAN MENEPUK-NEPUK PUNDAK PAK AGUS)

 

 


 

SEQUENCE 8

-          Pak Agus mengintip dari luar rumahnya, Anisa yang tengah belajar ditemani ibunya. VO: “Alhamdulillah, anakku bisa belajar lagi.”

 

08.    EXT. DEPAN/SAMPING RUMAH PAK AGUS – MALAM

PAK AGUS MENGINTIP DARI LUAR RUMAHNYA, ANISA YANG TENGAH BELAJAR DITEMANI IBUNYA.

PAK AGUS (VO):

Alhamdulillah, anakku bisa belajar lagi. Maturnuwun Gusti.

 

 

 

TAMAT

 

 

Tidak ada komentar: