Rabu, 22 April 2020

Jalan Cahaya


Jalan Cahaya
DRAFT #1 - SEBUAH DRAMA MUSIKAL
100 TAHUN FIC di Indonesia (1920 2020)


Naskah:
Asa Jatmiko

TOKOH:
- BRUDER 2
- PEMUDA
- BRUDER 1
- BRUDER 3
- BRUDER 4
- BRUDER 5
- BU GURU
- BUNDA MARIA
- PELATIH SHALAWATAN
- AYAH
- IBU
- ANAK-ANAK SEKOLAH / PARA REMAJA
- ORANG-ORANG






ACT 1
Scene 1
SETTING: FOTO-FOTO LAWASAN, TAHUN 1920 - 1945
ADEGAN DIBUKA DENGAN PENAMPILAN MARCHING BAND YANG TERBAGI DUA: KANAN DAN KIRI PANGGUNG. SEMENTARA DI PANGGUNG, KOREOGRAFI TARI.
MARCHING BAND       (JENIS MUSIK)
PENARI                        LIMA PENARI YANG MENGGAMBARKAN PERISTIWA KEDATANGAN MEREKA KE JAWA. TERGAMBAR BAGAIMANA MEREKA MELIHAT KEINDAHAN TANAH JAWA, KEMUDIAN PERJALANAN-PERJALANAN YANG SULIT, BERLIMA SALING MENOPANG DAN MENGUATKAN.


Scene 2
SETTING: SEBUAH HALAMAN RUMAH YANG CUKUP LUAS, TEMPAT LATIHAN.
MUSIK: SHALAWATAN

SEKELOMPOK ORANG TENGAH MENDARASKAN SHALAWATAN DENGAN SYAIR-SYAIR YANG TELAH DITENTUKAN. SESEKALI TERLIHAT SALAH SEORANG YANG NAMPAKNYA SEBAGAI PELATIH, MENGOREKSI KEKURANGAN-KEKURANGAN.

Syair:            (MENYUSUL)


PELATIH:       Kita mesti latihan dengan sebaik-baiknya. Supaya nanti pada saat kita main yang sesungguhnya, tidak memalukan. Apalagi, shalawatan ini akan kita mainkan pada saat upacara sakral: pemberkatan Sendang Sono oleh Romo Uskup. Kita harus menyertakan hati dan pikiran kita dengan sungguh-sungguh. Mangga, kita coba lagi dari awal.


Syair:            (MENYUSUL)











BLACK OUT


Scene 3
MUSIK TRANSISI: NYANYIAN PARA BRUDER DARI KAPEL - DOA BRIEFIER
SETTING: RUANG REFTER

BRUDER 1:    Saya setuju dengan pendapat Bruder, apa yang sudah ditanam oleh Romo Prennthaler di sini, kemudian disambut baik oleh konggregasi, kita harus melanjutkannya. Memupuk dan memeliharanya hingga buah-buah itu menjadi nyata bagi seluruh masyarakat.

BRUDER 2:    Tapi waktu kita sangat pendek, Bruder. Kita harus punya strategi khusus agar semua itu bisa berjalan dengan lebih baik. Selama ini, tidak sedikit lo, warga yang masih menganggap bahwa upaya kita ini tidak akan membuahkan hasil.

BRUDER 3:    Bruder, saya kira kita harus sungguh percaya, Tuhan sendiri yang berkarya atas diri kita.

BRUDER 1:    Sebentar, menurut Bruder, mengapa mereka tidak optimis?

BRUDER 2 :   Bruder, masyarakat di sini masih sulit untuk memahami bahwa pendidikan itu penting. Bahwa dengan pendidikan akan mengentaskan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Selama ini mereka hanya tahu, orang hidup itu bekerja di sawah, di ladang, kemudian setiap hari pasaran mereka ke pasar. Pendidikan, ah, seperti sesuatu yang asing dan mengada-ada, Bruder.

BRUDER 4 :   Justru itulah kita harus menyelamatkan mereka, Bruder. Terutama kepada anak-anak mereka. Suatu saat, mereka akan memetik buah-buahnya. Mereka akan lebih dewasa melihat dan menjalani hidup.

BRUDER 1 :   Iya, betul. Kepada mereka yang belum mengerti, atau belum mau mengerti, tidak akan menjadi masalah buat kita. Biarkan saja, kita tidak boleh terganggu karena hal itu. Upaya kita untuk melayani pendidikan untuk mereka yang, tetapi harus menjadi prioritas kita.

BRUDER 5 :   (BERDEHEM) Anak-anak diberi bekal pendidikan, para pemuda dibekali ketrampilan, para ibu dan orang tua yang sakit dilayani kesehatannya. Saya tidak melihat ada hal yang buruk pada semua itu. Kita harus melanjutkan karya ini, Bruder.

BRUDER 2 :   Baiklah, Bruder.

BRUDER 1 :   Mari kita berdoa....

SELESAI DOA, PARA BRUDER MENGEMASI MEJA MAKAN KEMBALI BERSIH.

BRUDER 1 :   Mengapa hatimu gelisah.
adakah yang tengah menjadi kecamuk
Wajahmu tak menampakkan rasa bungah?

BRUDER 2 :   Maafkan saya, Bruder.
Ada yang masih belum tuntas di hati
Mungkin hanya cemas dan kuatirku saja

BRUDER 1 :   Tuhan telah memanggil dan mengutusmu
Membuka jalan-jalan baru bagi penyelamatanNya
Saudaraku, ini bukanlah pekerjaan kita semata
Kita hanya alatNya, bahkan otak kita tak punya
Tapi Tuhan akan berkarya dan menyelesaikan ini semua

BRUDER 2 :   Amin, Bruder. Terimakasih.

BLACK OUT

Scene 4
MUSIK: KUDA LUMPING
SETTING: SEBUAH LAPANGAN DENGAN BEBERAPA BANGUNAN DI SEKITARNYA, LALU SEBAGIAN BESAR YANG LAIN NAMPAK LEMBAH. LAPANGAN ITU SEAKAN BERADA DI SEBUAH KETINGGIAN PEGUNUNGAN.

PARA PEMAIN KUDA LUMPING MAJU KE TENGAH PANGGUNG DAN MENARI. NAMPAK JUGA DI SANA BRUDER 2 DAN SALAH SEORANG GURU. SAMPAI KEMUDIAN KUDA LUMPING ITU SELESAI, SATU PERSATU PARA PEMAINNYA MENYALAMI BRUDER DAN SEORANG GURU, BERPAMITAN.
BRUDER 2 :   (TENGAH MENULIS CATATAN DI SEBUAH BUKUNYA)

IBU GURU :   Bruder, jadi besok kita semua berkumpul di depan sekolahan jam 7 pagi, ya?

BRUDER 2 :   Benar, Bu. Kita harus siap pagi, karena perjalanan ke kota butuh sekitar 1 jam perjalanan. Dengan begitu, anak-anak masih cukup waktu untuk persiapan di lokasi pertunjukan.

IBU GURU :   Ya, benar. Baiklah, kalau begitu, saya pamit dulu.

BRUDER 2 :   Ya, jangan lupa besok diabsen. Semoga besok tidak ada halangan apapun.

IBU GURU :   Pasti, Bruder. Rasanya saya sudah ndak sabar untuk kegiatan besok.

BRUDER 2 :   Iya. Saya juga. Ehm..., kenapa tergesa-gesa pulang?

IBU GURU :   Ehm..., ndak kenapa-kenapa sih. Bagaimana, Bruder?

BRUDER 2 :   Ndak apa-apa. Ya sudah, hati-hati di jalan.

BU GURU :    (BERBALIK DAN HENDAK PERGI)

BRUDER 2 :   Sebentar...

BU GURU :    Ya, Bruder?

BRUDER 2 :   Saya baru saja menulis sebuah puisi, mungkin mau mendengarkannya.  Tapi, ndak bagus juga si. Eh, ndak apa-apa. Pulanglah... Hati-hati ya... Tapi, sebentar...

BU GURU :    (MENDEKATI BRUDER) Saya mau mendengarkannya.

BRUDER 2 :   (MALAH GEMETARAN) Tidak, tidak. Ndak usah...

BU GURU :    Tidak apa. Puisi tentang apa?

BRUDER 2 :   Tentang...

BU GURU :    Kita?

BRUDER :      (MENGANGGUK)

BU GURU :    Kalau Bruder tidak mau membacakannya, biar saya saja yang membacakan. Bagaimana? (MERAIH KERTAS/BUKU DARI BRUDER)

BRUDER 2 :   (MERAIH KEMBALI KERTAS/BUKU YANG SUDAH DI TANGAN BU GURU YANG BELUM SEMPAT TERBACA). Jelek sekali. Biar aku sobek saja. (LALU IA MEROBEK-ROBEK KERTAS ITU).

BU GURU :    Bruder...

BRUDER 2 :   Pulanglah sekarang... Hati-hati di jalan.

BU GURU :    (BERANGSUR PERGI) Sampai ketemu besok, ya...

LAMPU TEMARAM, LALU FOKUS KE BRUDER 2

BRUDER 2 :   (MEMBACAKAN SATU BAIT PUISI YANG TELAH IA HAPAL)
Karena kekalahan pun menuntut bebungah
maka biar pun aku sudah tak sanggup lagi melangkah
aku persembahkan jiwaku menjadi lingga di sini
agar kamu tahu, tak ada lagi dendamku kepadamu


Scene 5
SETTING: KABUT - AWANG-UWUNG
MUSIK: SEDIH NGELANGUT

BRUDER 2 TERLIHAT SEDIH.

BRUDER 2 : Tuhan, ampunilah hamba. Hamba orang berdosa.

DARI TEMPAT TINGGI, NAMPAK TERLIHAT SEPERTI BUNDA MARIA TENGAH MEMANGKU YESUS.

MARIA :        Kesetiaan itu harus diuji
Melalui peristiwa yang kau alami
Melalui pengalaman yang kau renungi
Melalui penghayatan yang kau imani

Berkat yang melimpah padamu
Tak akan menjadi berarti bagimu
Ketika kau mencoba berlari
Yang kau sangka bisa kau hindari
Kasih setiaNya memayungimu

Menangislah, sebab aku pun menangis
bersedihlah, sebab aku pun berduka
Sebab seorang hamba tak pantas meminta
Selain menuruti setiap kehendakNya
Apa yang berat bagimu, akan diringankanNya
Percayalah dengan segenap hati dan jiwamu
Segala sesuatu bagi kemuliaanNya yang kekal.


LALU BUNDA MARIA PERLAHAN MENGHILANG, DAN TUBUH KRISTUS TIBA-TIBA ADA DI PANGKUAN BRUDER. IA TERLIHAT SANGAT KETAKUTAN, TERLEBIH KETIKA MELIHAT ADA DARAH DI TANGAN DAN TELAPAK TANGANNYA. CORPUS YANG DI PANGKUANNYA ITU MENGHILANG, DAN IA SEMAKIN NAMPAK TIDAK BERDAYA. TUBUHNYA LEMAS NGLESOT DI TANAH. SEMENTARA IA MASIH MENANGIS DALAM KETAKUTAN.

BEBERAPA SAAT SETELAH IA MERASA DAPAT MENGENDALIKAN DIRI, IA BERSIMPUH DAN PELAN IA BANGKIT BERDIRI
BRUDER 2 :   Jangan lagi kutambah
Beban derita dan luka-luka di tubuhMu
Biarlah aku ikut serta menjadi alatMu
Ku akan setia memanggil salibku
Kusucikan hatiku dengan darahMu
Kuberikan diriku utuh dalam pelayananku

Oh, sungguh besar kasihMu
Tak pantas sungguh, aku di hadapanMu
Bersabdalah saja maka sembuhlah aku
Ku akan setia memanggil salibku
Kusucikan hatiku dengan darahMu
Kuberikan diriku utuh dalam pelayananKu

LALU DIA BERSIMPUH KEMBALI, TERLIHAT LEMAS DAN AKHIRNYA TERTELUNGKUP KE ATAS TANAH. TIBA-TIBA CAHAYA DAN KILAT BERPENDARAN DI ATAS TUBUHNYA. SAAT ITU, TUBUH BRUDER BERUBAH MENJADI SEORANG ANAK LELAKI REMAJA.

LATAR BELAKANG PANGGUNG BERUBAH MENJADI DINDING SEBUAH RUMAH. LAMPU REMANG, DAN PELAN SEMAKIN TERANG KETIKA TERDENGAR SUARA ORANG.

IBU                Lhooo anak ibu, kenapa kamu tidur di situ?

IBUNYA MENDEKATI, DAN SANG ANAK PELAN MULAI BANGUN.

IBU                Kamu sakit?

PEMUDA       Tidak, Bu. Hanya ketiduran tadi.

IBU                Kamu latihan terus-terusan, seperti tidak kenal waktu. Badanmu itu sudah kecapekan. Kamu harus bisa mengatur waktumu. Latihan boleh, tapi ingat waktu. Kalau kamu terlalu bersemangat seperti ini, terus nanti pas hari pentas kamu sakit, bagaimana? Iya, kan?

AYAH            Bu! Buuu!! Sini sebentar. Ada kabar gembira.

IBU                Kabar gembira apa, to?

AYAH            Barusan aku diminta menemui Bruder. Beliau bercerita, bahwa konggregasi akan membuat sekolah baru di desa kita ini.

IBU                Bukankah sekolah itu sudah ada? SMP Pangudi Luhur yang ada di tengah desa itu. Apa masih kurang?

AYAH            Untuk sekolah yang menampung anak-anak seperti di SMP Pangudi Luhur itu memang sudah. Ini sekolah beda.

IBU                Beda?

AYAH            Ini untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus. Menurutku ini baik. Karena akan membantu anak-anak yang berkebutuhan khusus itu bisa bersekolah, mengenyam Pendidikan. Dengan begitu, mereka nantinya tidak lagi minder berada di tengah masyarakat. Tidak itu saja, konggregasi juga rupanya sudah membangun beberapa panti asuhan di kota. Wah, hebat juga karya para bruder ini, ya.

IBU                Iya. La terus Bapak disuruh menemui untuk kepentingan apa?

AYAH            Begini, Bu. Bruder melihat banyak anak-anak muda di desa kita ini hanya lontang-lantung menjadi pengangguran. Angka pengangguran itu biasanya sebanding dengan meningkatnya tingkat kriminalitas. Ini kan tidak baik untuk kita semua. Disamping itu, dengan mereka bekerja mereka tidak akan kepencut untuk pergi ke kota. La wong ke kota juga sama saja, menjadi pengangguran. Masalahnya apa, mereka tidak punya ketrampilan. Nah, bruder kepengin membuat sebuah lapangan pekerjaan buat mereka. Tadi itu Bruder memintaku untuk membantu merintis usaha kerajinan tenun. Kira-kira 10 20 orang yang bisa ikut bekerja di kerajinan tenun, kan lumayan ikut mengurangi jumlah pengangguran, Bu.

IBU                Itu ide yang mulia, Pak.

PEMUDA       Bruder siapa itu, Pak?

IBU                Bruder sapi

PEMUDA       Bruder sapi?

AYAH            Orang-orang di sini menyebutnya Bruder Sapi. Bruder yang pintar dalam mendidik.

PEMUDA       Koq sapi?

AYAH            Sapi saja kalau dididik oleh bruder itu, jadi pinter. Apalagi manusia, yang jelas-jelas punya otak. Kamu sapi, bukan?

PEMUDA       Ya, bukanlah

AYAH            Berarti kamu bisa lebih pinter dari sapihahaha.

IBU                Weess.ada-ada saja Bapakmu ini. Itu alasan saja. Kita menyebutnya begitu, karena lidah kita sulit mengucapkan namanya yang asli.

PEMUDA       Memang nama aslinya siapa, Bu?

IBU                Nama belandanya.(MENCOBA MENGEJA BEBERAPA KALI) siapa ya.angel, je


BLACK OUT


ACT 2
Scene 6
SETTING: HALAMAN SEBUAH SEKOLAH
MUSIK: SESUAI LAGU YANG DIBAWAKAN

KOREOGRAFI MODERN: TERLIHAT ANAK-ANAK SEKOLAH MELAKUKAN BERBAGAI AKTIVITAS, SEPERTI: MEMBUAT MAJALAH DINDING, LAGI BEROLAH RAGA, KEMUDIAN JUGA ADA ANAK-ANAK TENGAH MENYAPU LANTAI, MEMBERSIHKAN KANDANG HEWAN PELIHARAAN. KEMUDIAN JUGA DI TENGAH-TENGAH MEREKA NAMPAK 5 BRUDER TENGAH MENEMANI ATAU MENGAJARKAN SESUATU. ADA JUGA YANG BERLATIH MENENUN. KOREOGRAFI TARI MENGIRINGI SALAH SEORANG PEMUDA (YANG SUDAH ADA DI PANGGUNG) DAN BERNYANYI.

PEMUDA: Suatu saat kita menjadi manusia baru
Dengan kasih melimpah yang tak berkesudahan
Kita semua telah diantar menuju gerbang dunia
Dimana tak ada lagi yang berkekurangan
Merekalah empu yang menempa jiwa-jiwa
Menyiapkan kehidupan lebih baik di masa datang

Kita menjadi manusia baru
Berkarya bagi Tuhan dan sesama
Kita selalu bersama tuk maju
Persaudaraan sebagai Ratu

Kita menjadi manusia baru
Berkarya bagi Tuhan dan sesama
Kita selalu bersama tuk maju
Persaudaraan sebagai ratu.



Scene 7
SETTING: TAYANGAN TESTIMONI BRUDER-BRUDER FIC YANG MENYANGKUT BAGAIMANA PENANAMAN NILAI KEPANGUDILUHURAN DAN SPIRITUALITAS DI DUNIA PENDIDIKAN DAN BIDANG PELAYANAN LAINNYA.

Scene 8
PENAMPILAN PADUAN SUARA
Syair :            Matahari terbit matahari terbenam
Memberi sinar kasih tanpa pamrih
Jangan merasa lelah untuk berkarya
Jangan merasa bosan untuk kami

Seratus tahun engkau di sini berkarya
Mengangkat semua dalam satu saudara
Jangan berhenti untuk bercahaya
Penerang jiwa tuk sepanjang masa

Wajah dunia selalu berseri
Karena kau turut memberi
Cakrawala bersemi bunga-bunga
Sebab Kasih menjadi nafasnya

FIC seabad bersaudara
FIC seabad bercahaya
FIC jalan cahaya
FIC Indonesia untuk dunia

(SESUDAH INI BISA DITAMPILKAN JUGA KREATIVITAS DARI SEKOLAH-SEKOLAH. MENYUSUL)


Scene 9
SETTING: SEBUAH RUANG KELUARGA
MUSIK: INTRO LAGU DI BAWAH
PERTEMUAN PEMUDA DENGAN IBUNYA. NIATAN MENJADI BRUDER. NAMPAK PEMUDA DI SUDUT DEPAN PANGGUNG DENGAN WAJAH RAGU. KEMUDIAN IBUNYA MASUK, MEMPERHATIKANNYA DAN MENDEKATINYA.

IBU                Anakku, ada apa denganmu?

PEMUDA       Ibu, bolehkah aku bertanya padamu.

IBU                Tentu boleh, anakku.

PEMUDA       Jauh di lubuk hatimu, adakah Ibu selalu rindu kepadaku?

IBU                Anakku, matahariku. Kamu selalu ada di dekatku. Ibu tak perlu rindu, sebab kerinduan Ibu tergantikan oleh adamu.
PEMUDA       Bila suatu saat aku pergi?

IBU                Ibu selalu ada di hatimu.

PEMUDA       Rasanya aku tak sanggup, terlalu lama jauh darimu Ibu. Namun.

IBU                Apa yang membuatmu ragu, anakku? Lihatlah Ibu yang selalu percaya. Lihatlah ayahmu yang selalu bersamamu.

PEMUDA       Ibu, aku mendengar Tuhan memanggilku. Aku ingin memenuhi panggilan itu. Mungkinkah Ibu setuju, aku mengikat diri di dalam Tuhan, menjadi Bruder?

IBUNYA TIBA-TIBA MEMBALIKKAN BADAN.

PEMUDA       Hatiku dipenuhi rasa ragu, bila Ibu tak menginginkan itu. Namun hidupku serasa kering tak menentu, bila aku mendiamkan panggilan itu. Ibu, bila ibu tak setuju, maafkanlah aku. (MENDEKATI DAN MENGHADAP IBUNYA)

IBU                Hatiku dipenuhi pujian sukacita. Jiwaku penuh syukur tiada tara. Kebahagiaan ini tak ada tandingannya. Tak ada sedikit pun rasa sungkawa. Pergilah, anakku. Penuhi panggilanNya. Kuatlah menjalani semua nantinya. Kamu tahu, aku selalu bersamamu.

DUET            Tiada kebahagiaan yang menandingi, selain kesanggupan bersetia di jalan panggilan. Inilah hidup terindah yang ingin kupersembahkan bagiMu Tuhan.
Kupersembahkan jiwa dan raga, untukMu Tuhan. Karena Engkau sumber kemuliaan. Kuberikan utuh seluruh hidup di jalan panggilan.

BLACKOUT



ACT 3
Scene 10
SETTING: RUANGAN SEBUAH BIARA
MUSIK: ILUSTRATIF

BRUDER 1     Kita sudah melihat semua yang sudah kita kerjakan selama ini. Semua berjalan dengan baik. Artinya, kalau toh ada persoalan dan kekurangan di sana-sini, tidak begitu berdampak terhadap kelangsungan karya dan pelayanan kita.

BRUDER 2     Saya setuju, Bruder. Hanya saja, barangkali ada yang perlu kita perhatikan sehubungan dengan perkembangan masyarakat kita. Maksud saya, kita perlu mempertimbangkan lagi adanya terobosan-terobosan baru di dalam karya dan pelayanan kita itu, Bruder.

PEMUDA       Iya, saya kadangkala merasa bahwa kita sudah cukup ketinggalan untuk beradaptasi dengan kemajuan saat ini. Kita menyadari betul, beberapa bidang yang kita kerjakan sudah out of date. Sudah kuno. Misalnya soal Pendidikan di sekolah. Kita sudah tidak bisa lagi mengandalkan pembelajaran di ruang kelas semata, yang hanya mengejar nilai akademik.

BRUDER 1     Ya, saya kira saya setuju. Anak-anak sekarang sudah tidak seperti anak-anak seperti jaman kita dulu.

BRUDER 3     Di beberapa sekolahan kita sudah mencoba mengembangkan Pendidikan karakter. Kita hanya perlu untuk memberi penajaman lagi, terutama karakter khas kepangudiluhuran. Kurikulumnya perlu kita up-grade?

PEMUDA       Saya setuju. Kita juga sudah harus mulai mempergunakan kemajuan teknologi sebagai pendukung, Bruder. Kita tidak boleh menutup mata akan hal itu.

BRUDER 4     Asal jangan mentang-mentang kita berteknologi, kemudian mengganggu waktu rekreasi kita, ya?

BRUDER 5     Ya ya saya kira pada akhirnya kita harus memikirkan tidak hanya untuk melestarikan apa yang sudah kita punya, bukan? Kita juga mestinya mau untuk memikirkan hal-hal yang membawa kita pada kemajuan-kemajuan sesuai dengan jamannya. Lompatan-lompatan penting kita lakukan. Terobosan-terobosan baru, layak kita diskusikan. Dan kita harus membuka diri kepada yang muda-muda, seperti frater ini.

BRUDER 1     Tapi kita tetap harus mengedepankan mereka yang miskin, mereka yang kurang beruntung hidupnya, mereka yang tersisih. Ingat, merekalah saudara-saudara kita.

PEMUDA       Ya, saya setuju, Bruder. Saya kira kita harus mau dan siap untuk berubah. Ini bukan persoalan bagaimana kita bertahan. Tetapi persoalan bagaiaman kita menjawab tantangan jaman. Dengan kita mempersiapkan diri sebaik-baiknya, kita akan mampu menjawab tantangan jawab. Dan jika kita mampu menjawab tantangan jaman, itu artinya kita masih bisa menjadi garam dan terang dunia dalam bidang-bidang yang kita kembangkan.

TIBA-TIBA SEMUA BERDIRI, MENGANGGUK-ANGGUK DAN BERTEPUK TANGAN.



Scene 11
MUSIK MASUK YANG KEMUDIAN DISUSUL DENGAN MASUKNYA ANAK-ANAK SEKOLAH DAN JUGA PARA BRUDER DARI KURSI PENONTON.
LAGU            (MENYUSUL. SEBUAH LAGU YANG MEGAH, CERIA, DAN MUNGKIN FAMILIER DI TELINGA)



Scene 12
SETTING: TAYANGAN DOKUMENTATIF: GEDUNG BERBAGAI SEKOLAH YANG DIKELOLA FIC, KEGIATAN-KEGIATANNYA, DARI SELURUH INDONESIA.

KOREOGRAFER MODERN: (Mba Kunti -pen)

MUSIK: MASQUERADE
PENYANYI: PEMUDA & PEMERAN IBU


-TAMAT-



Tidak ada komentar: